Sudut Pandang : Amanda (SDN Kepuh Pandak I Kelas IV)
Hari ini setelah puas bermain air di water land dan sholat dhuhur kami melanjutkan perjalanan ke Sanrio. Sepanjang jalan eka berkaraoke manyanyikan lagu kereta malam. Pak supir sangat baik pada kami. Tidak lama kami sampai juga di Sanrio.
Tempat pertama yang aku datangi adalah bom-bom car. Aku naik sampai empat kami putaran. Eka dan mbak Rahmita menghabiskan uang Rp 40.000,00 yang membuat kami geleng-geleng kepala. Yang paling enak adalah neng Eka dan mbak Nur karena bisa naik bom-bom car gratis. Anak yang masih kecil menyewa mereka terus untuk jadi supurnya.
Setelah bosan bermain bom-bom car aku naik roller coster bersama teman-teman yang lain. Akhirnya kepalaku sedikit pusing, tapi aku sangat senang. Setelah itu kami melihat ke atas ada ruangan bergambar dora dan tulisannya menyerupai rumah hantu "Petualangan Dora" kami semua tertarik untuk masuk.
"Mbak, di dalam sana ada apanya?" Tanya neng Eka pada mbak yang menjual koin
"Lihat aja sendiri mbak. Bagus kok."
Lalu kami memutuskan untuk masuk wahana petualangan dora. kami harus membeli koin besar seharga Rp 5.000,00. Ternyata masuknya hanya boleh 7 orang saja. Dan giliran anak-anak yang masuk pertama diawal jalan mereka sudah lari kembali keluar.
"Rumah hantu." Teriak mereka kembali turun
Rizal yang paling penakut diantara kami langsung turun ke bawah dan tidak mau masuk lagi. Beberapa teman mencoba menukar kembali koin besar dengan koin kecil tapi mbak penjaganya tidak mengizinkan. Dengan sedikit terpaksa dan memaksa mbak penjaga untuk membolehkan kami masuk semua ke dalam ruangan. Akhirnya kami semua masuk ke dalam. Kami menempatkan mbak Nur di depan barisan dan neng Eka dibelakang barisan. Aku berpegangan erat pada mbak Nur. Dia mengeluarkan kotak pensil, mungkin ingin digunakan sebagai alat memukul hantu, Sepernarnya itu lucu tapi suasananya begitu menakutkan.
Didalam sangat remang-remang di lantai yang kami lewati banyak bergeletakkan boneka-boneka yang menyerupai pocongan. Teman-teman begitu ribut saat harus menelewati keranda dengan tangis bayi yang menjerit-jerit. Kami sampai di sebuah tempat dengan 3 pintu yang ditutupi selambu warna hitam. Mbak Nur menyibakkan selambu dengan kotak pensil dan kami berdua menjerit amat keras diikuti anak-anak yang lain.
"Emoh. Aku gak wani sumpah aku gak wani." teriaknya sampil berusaha lari kebelakang. Namun teman-teman segera menghalanginya. "Eka sampean yang di depan. tukar."
"Mboten, mbak. Cepetan mbak aku juga takut." Sahut neng Eka dari belakang yang posisinya masih ada di samping keranda karena barisan kami cukup panjang.
Mbak Nur sudah hampir menangis aku rasa dan kami semua juga. Akhirnya mas Dani yang berdiri tidak jauh dari mbak Nur di tarik ke depan sendiri. Sempat terjadi pertengkaran dan perdebatan sampai acara tarik-tarikan. Akhirnya mas Dani kalah dan di dorong mbak Nur keposisi depan. Karena mbak Nur tidak memegangku aku lari kebelakang dengan neng Eka.
Ternyata HPnya mas Dani bisa di pakai senter dan kami berhasil menemukan pintu yang benar untuk keluar. Ternyata ada dibelakang sendiri semakin membuatku takut. Setiap teman-teman yang didepan menjerit aku selalu ikut menjerit. Aku tak tahu pasti apa yang terjadi di depan, tiba-tiba aku dengar suara mas Dani dan yang lainnya teriak minta dikeluarkan. Kami semua ikut berteriak.
"MBAK TOLONGGG KELUARKAN KAMI. MBAK..... TOLONG KELUARKAN KAMI." Teriak kami semua sambil memukuli dinding kayu.
Maka setelah usaha kami sia-sia. Mungkin tak ada orang yang mendengar teriakan kami. Karena ruangannya kedap suara. Akhirnya kami mendengar mas Dani dan mbak Nur kembali bertengkar dan neng Eka berusaha mengingatkan dari belakang.
"Dani cepetan." Teriak neng Eka
"Cepetan-cepetan. Maju sini lo kedapan."
Tangisan bayi dan ringikan kuntilanak semakin menyanyat neng Eka segera mendorong anak-anak untuk maju kedepan. Akhirnya semuanya maju dan kami semua berlari tunggang langgang. Setelah melewati beberapa lorong dengan mata yang benar-benar terpejam akhirnya kami sampai di luar dengan tawa bahagia yang sangat keras.
"Mbak sandalku putus." Kata mbak Arum memelas
"Nanti beli sandal japit di bawah ya..."
"Mbak..." Giliran Harjo yang hampir menangis. Kami lihat dia tak memakai sandal sebelah kirinya. "Mbak sandalku ketinggalan di dalam."
Neng Eka dan mbak Nur yang merupakan pemimpin kami segera tertawa dan turun ke bawah dengan geleng-geleng kepala. Aku yakin mereka takut disuruh mengambil sandal Harjo yang ketinggalan di dalam. Mereka berdua menyuruh mas Dani mengambilkan sandal Harjo.
"Dan, Ambilkan sandalnya Harjo. Dimana tadi lepasnya?" Tanya mbak Nur dari bawah
" Yang kita lari tadi itu lo mbak." Jawabnya mulai menangis
Mas Dani tak menghiraukan perkataan mbak Nur. Neng Eka yang mendorong kami semua dari belakang juga tak mau disalahkan dan mengambilkan. "Aku juga sudah sangat takut di belakang sendiri." Katanya membela diri.
Tak ada yang berani masuk kedalam lagi walaupun Harjo sudah menangis. Kami sebenarnya ingin membantu, Tapi, kami sudah kapok dengan pengalaman yang barusan kami lalui.
Untung dhe Sopiyah mau mengambilkan sandal Harjo. Akhirnya kami semua kembali tertawa. Ini benar-benar pengalaman yang tak terlupakan para penakut yang mencoba bertemu hantu. Kadang aku masih suka tertawa saat mengingat ini semua.