Kamis, 29 Mei 2014
Ini adalah hari mimpi buruk itu datang. Kenapa aku selalu menyebut ini mimpi karena bagiku semua yang terjadi di tanggal 29 Mei sepertihalnya sebuah mimpi. Hari itu kesenangan dan kesedihan berganti dengan begitu cepat tanpa aku sadari perubahannya.
Pagi ini saya seharusnya mengikuti acara pelatihan membaca alQur'an di daerah Mojokerto. Hal yang sebenarnya sangat ingin saya ikuti. Namun, entah kenapa saya merasa begitu berat untuk keluar dari rumah. Saya lebih memilih membantu ayah dan ibu membersihkan rumah. Karena dua hari berturut-turut rumah kami tidak berpenghuni lengkap. Maka terjadi kekacauan di mana-mana.
Kami bertiga membagi tugas dengan adil dalam kegiatan membersihkan rumah. Saya bagian dalam rumah sedangkan ayah dan ibu di kebun. Kami membersihkan rumah ditemani nasyid yang menghentak dari sound system. Sesekali ayah ikut bernyanyi padahal beliau sama sekali tidak handal dalam menyanyi. Banyak sekali lirik yang salah sehingga membuat kami semua tertawa.
Setelah semua beres. Saya dan ibu memutuskan pergi ke pasar karena harus membelikan perlengkapan untuk ayah dan ibu yang esok di tanggal 30 Mei 2014 akan mengikuti acara rekreasi di koperasi guru Bangsal ke NTB. Sementara ayah masih asyik menanam pohon di kebun belakang. Ayah memang pak kebun terhebat yang pernah saya temui. Beliau sangat bertangan dingin dalam hal bertanam. Hanya saja beliau tidak berprofesi sebagai seorang petani.
Di pasar, saya dan ibu mencari kue kesukaan ayah. Kuenya warna hitam dan ditaburi parutan kelapa. Karena ayah tidak suka dan tidak boleh makan parutan kelapa, biasanya saya akan menggigiti parutan kelapa tersebut dan setelah bersih ayah akan memakannya. Kebanyakan orang yang melihat tingkah kami akan merasa aneh dan jijik. Dan mungkin menganggap saya kurang sopan karena memberi kue sisa saya pada ayah saya. Namun, ayah tidak pernah menganggap itu menjijikan. Ayah saya tidak pernah menganggap saya menjijikkan. ^_^
Saat sampai dirumah saya mendapai ayah tengah duduk di teras melihat hasil berkebunnya seharian ini. Kami segera menikmati kue hitam dan bakso bersama-sama, tidak ketinggalan sepupu saya Izzah, kakanya dan ibunya. Kami menikmati bakso bersama-sama dengan berbagai macam canda dan memesan berbagai oleh-oleh karena ayah dan ibu esok akan rekreasi. Di tengah acara canda kami ayah mencoba berbagai macam barang yang kami beli di pasar. Dan ternyata ada sepasang kaos kaki yang baru kami beli ternyata tidak cukup di kaki beliau.
"Ikiloh kekno bapakmu!. (Ini berikan bapakmu!)" Kata ayah menyerahkan kaos kaki tersebut pada Izzah
"Mosok bapak ngawe kaos kaki ambek cilak botho. (Bapak tidak pakai kaos kaki kalau buat bata merah)" Protes Izzah yang membuat kami semua tertawa
"Yo wes pean pek gawe pean nek gedhe (Ya sudah buat kamu kalau kamu sudah besar)"
Setelah sholat dhuhur, Saya memutuskan beristirahat. Namun, ayah seolah tidak merasa capek beliau masih tampak bersemangat dengan kebunnya. Dan saya begitu terperangah saat mendapati beliau telah menanam puluhan pohon singkong mengelilingi empang belakang rumah. Kata ayah tidak lama lagi jika Allah menghendaki kami akan segera menanam singkong yang besar-besar.
Saat itu ibu memutuskan untuk membuang dan membakar barang-barang yang tidak dipakai lagi. Kami membakar beberapa pasang sepatu dan tas yang sudah rusak. Di tengah acara bakar membakar, ayah memprotes karena saya membakar tas muktamar Muhammadiyah yang telah terlihat dekil. Ayah segera mengambil tas tersebut dan memcucinya meminta saya menyimpan tas itu dengan terlebih dahulu membetulkan resletingnya yang sedikit koyak ke tukang reparasi. Disitu saya tersenyum, menyadari betapa besar cinta ayah pada organisasi tempat beliau tumbuh dan berkembang. Ayah hanya tersenyum saat saya goda tentang rasa cintanya pada Muhammadiyah.
Setelah kami membersihkan kebun. Ibu menyiapkan kami makanan yang semuanya bersal dari kebun kami. Berbagai macam sayuran yang beliau petik. Kami menikmati dengan sangat lahap, terutama ayah. Setelah itu kami memberihkan diri dan melakukan sholat ashar berjama'ah. Saat membersihkan diri ayah sangat lama. Sekali lagi saya mengoda beliau karena lamanya di kamar mandi. Beliau bilang badannya kotor sehingga perlu sangat detail membersihkan badannya. Setelah ashar kami menonton televisi bersama. Mengomentari bursa calon presiden RI.
Ayah meminta ibu pergi ke rumah saudara yang sedang mengadakan hajatan. Awalnya ibu menolak namun, ayah memaksa dengan berpesan bahwa ibu adalah saudaranya dan ibu harus berbuat baik dengan saudaranya.
Dan saat itulah mimpi buruk itu dimulai. Saat saya menyalakan laptop untuk mulai bekerja dan menyiapkan segala macam hal yang harus saya bawa ke Malang. Tiba-tiba saya mendengar benda keras jatuh. Saya memanggil-manggil ayah namun tidak ada sahutan. Saya segera mencari asal suara benturan tersebut dan sangat terkejut saat mendapati ayah terjatuh di dekat meja makan. Saya segera meletakkan kepala beliau di pangkuan saya dan menjerit minta tolong dan meneriakkan kalimat tauhid.
Samar saya lihat beliau hanya sekali menggagukkan kepala pada saya dan segalanya mulai berubah. Tak ada lagi tawa dari wajah beliau apalagi nasehat panjang. Beliau hanya tertidur di dalam pangkuan saya. Dalam sebuah tidur panjang yang tak berkesudahan. Beliau hanya tidur di tengah jeritan saya. Beliau hanya tidur di tengah isak tangis saya. Dan beliau hanya tetap tidur dalam pelukan kami.
Samar saya lihat beliau hanya sekali menggagukkan kepala pada saya dan segalanya mulai berubah. Tak ada lagi tawa dari wajah beliau apalagi nasehat panjang. Beliau hanya tertidur di dalam pangkuan saya. Dalam sebuah tidur panjang yang tak berkesudahan. Beliau hanya tidur di tengah jeritan saya. Beliau hanya tidur di tengah isak tangis saya. Dan beliau hanya tetap tidur dalam pelukan kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar